• klik to call
  • klik to Whatsapp
Kenapa memilih Mita Tour

Berjuang untuk Allah SWT atau untuk Materi?

Di siang hari yang mendung ini, sembari minum kopi sambil istirahat kerja, terbersit untuk mengupdate blog yang sudah dua tahun saya tinggalkan karena urusan keluarga. Sayang juga kalau tidak diurus sementara beberapa sobat blogger di tanah air tercinta dan blogger dari malaysia berdasarkan statistik blog masih suka membaca artikel blog ini.

Saya hanya ingin share pengetahuan, barang kali sobat sudah tahu tetapi mungkin lupa bahwa berjuang di jalan Allah SWT sangat luas dan akan mendapatkan pahala yang tak terhingga di akhirat kelak. Semoga postingan tentang berjuang di jalan Allah Swt ini menjadi bagian amal sholih. Yuk di simak ceritanya :

Di zaman dahulu, terdapat sebuah keluarga yang hidup tenteram pada mulanya.
Meskipun hidup miskin, mereka taat kepada perintah Agama. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan ibadah mereka tekun sekali.

Sang Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan ahli ibadah "Abid".
Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar.

Ia membayangkan alangkah bahagianya jika hidup serba cukup materi.
Pada suatu hari, si Abid itu berangkat ke ibu kota, untuk mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon besar yang dianggap keramat tengah dikerumuni orang.
Ia lalu mendekat dan ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta-minta agar suami mereka setia atau dagangnya laris.

"Ini syirik," fikir lelaki yang alim tadi. "Ini harus dibarantas habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah."

Maka segera pulanglah Abid ke rumahnya sehingga isterinya menjadi heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi waktu dilihatnya si suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam.

Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar. Isterinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki keledainya dan dipacu dengan cepat ke pohon yang menjadi sesembahan itu.

Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-tiba melompat sesusuk tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai sebagi manusia.
"Hai, mau ke mana kamu?" tanya si iblis.

Orang alim tersebut menjawab, "Saya mau menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh pohon syirik itu."
"Kamu tidak ada hubungan dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah pulang saja."

"Tidak boleh, kemungkaran mesti diberantas," jawab si alim bersikap tegas.
"Berhenti, jangan teruskan!" bentak iblis marah.
"Akan saya teruskan!"

Karena masing-masing tegas bersikukuh pada pendirian, akhirnya terjadilah pertatungan antara orang alim tadi dengan iblis.

Kalau melihat perbedaan postur badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah dapat dibinasakan. Namun ternyata iblis menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakita dia berkata,

"Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan sembahyang Subuh, di bawah tikar sembahyang Tuan saya sediakan wang emas empat dinar. Pulang saja berburu, jangan teruskan niat Tuan itu dulu,"

Mendengar janji iblis dengan uang emas empat dinar itu, meredalah kekerasan tekad si alim tadi.

Ia teringatkan isterinya yang hidup berkecukupan. Ia teringat akan setiap hari rungutan isterinya. Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan saja dia sudah bisa menjadi orang kaya. Mengingatkan desakan-desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patah niatnya semula hendak memberantas kemungkaran. Demikianlah, semenjak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi.

Hari pertama, ketika si alim selesai sembahyang, dibukanya tikar tempat sholatnya. Benar sekali di situ tergeletak empat benda berkilat, empat dinar uang emas. Dia meloncat riang, isterinya gembira.

Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar emas. Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar sholatnya, masih dijumpai uang dinar itu.
Tetapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi keculai tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah sebab uang yang kelmarin sudah dihabiskan sama sekali.

Si alim dengan lesi menjawab, "Jangan kuatir, besok barangkali kita mendapati delapan dinar sekaligus."
Esok harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai sholat dibuka tikar sejadahnya kosong.

"Kurang ajar. Penipu," teriak si isteri. "Ambil kapak, tebanglah pohon itu." "Ya, memang dia telah menipuku.

Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya," sahut si alim itu.

Maka segera ia mengeluarkan keldainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keledainya menuju ke arah pohon yang menjadi sumber syirik itu.

Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam, "Mau ke mana kamu?" hardiknya dengan keras.

"Mau menebang pohon," jawab si alim dengan gagah berani.

"Berhenti, jangan lanjutkan." kata iblis.

"Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang."

Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang tak berdaya.

Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya penuh heran, "Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?"

Iblis itu dengan angkuh menjawab, "Tentu saja engkau dahulu boleh menang, kerana waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi Allah. Andaikata jika dikumpulkan seluruh belantaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu.

Sekarang kamu keluar dari rumah hanya kerana tidak ada punya uang di bawah tikar sejadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh kebolehanmu, tidak mungkin kamu mampun menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu."

Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-mangu. Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas kerana Allah lagi. Dengan terhuyung-hayang ia pulang ke rumahnya.
Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu. Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa keikhlasan karena Allah, dan ia pun sadar bahwa perjuangan yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari kesiaan yang berlanjutan .

Sebab tujuannya adalah kerana harta benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama. Bukankah berarti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu semata-mata ?

"Barangsiapa di antaramu melihat sesuatu kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan), bila tidak mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat), bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman."

Hadits Riwayat Muslim.

Semoga cerita diatas mengingatkan kembali sobat yang budiman. Semoga bermanfaat dan menjadi amal sholeh yang jariah karena menyampaikan ilmu walaupun sobat mungkin sudah mengetahui.
Kiranya sobat pun bisa mendapat pahala jika ikut menyampaikan kepada yang lain.

Galery Terbaru

PT Putra Jaya Transportindo

Jl Baru Mulungan No.4 Gilingan, Sendangadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55285

Hubungi CS Kami

klik to call
klik to Whatsapp